Obesitas merupakan akumulasi lemak yang abnormal (berlebihan) dan sangat berisiko bagi kesehatan. Seseorang dinyakan obesitas jika memiliki Indeks Masa Tubuh (IMT) ≥ 30. Hal tersebut disampaikan oleh Dr. dr. Bona Simanungkalit, DHSM, M.Kes., FIAS dalam Seminar Daring Obesitas dan Farmakologinya (Besfaro) pada Selasa (21/7/2020).  Seminar ini diselenggarakan oleh Prodi D3 Fakultas Farmasi Universitas Pancasila dan diikuti secara antusias oleh lebih dari 500 peserta dari seluruh Indonesia.

Pertama-tama, acara dibuka oleh Dekan Fakultas Farmasi Universitas Pancasila, Prof. Dr. apt. Shirly Kumala, M.Biomed. Beliau menyampaikan bahwa prodi D3 Farmasi telah berdiri sejak 2004. Hingga saat ini, alumninya telah banyak yang berkarir di instansi, perusahaan, maupun sektor pemerintahan.

Dalam seminar ini, Prodi D3 Farmasi selaku penyelenggara turut mengundang alumnus prodi D3, Sdr. Rizky Firmansyah, A.Md. Farm yang berbagi pengalamannya selama kuliah dan setelah lulus dari program D3 Fak. Farmasi Universitas Pancasila. Saat ini beliau bekerja sebagai marketing di PT. Sunthi Sepuri. Selain itu, turut hadir pula, Dr. apt. Yati Sumiyati, M.Farm (Dosen Fak. Farmasi Universitas Pancasila) sebagai pemapar materi.

Pemaparan materi pertama seminar “Daring Obesitas dan Farmakologinya” disampaikan oleh Dr. dr. Bona Simanungkalit, DHSM, M.Kes., FIAS. Beliau adalah Dosen Prodi D-3 Farmasi Universitas Pancasila yang mengangkat tema “Haruskah Obesitas?”. Pada seminar ini beliau menjelaskan mengenai prevalensi obesitas, risiko dan cara pencegahan obesitas itu sendiri. Menurut beliau, obesitas di Indonesia sudah mencapai angka 21,8% dan lebih banyak dialami oleh wanita dibandingkan pria. Untuk mengetahui apakah seseorang mengalami obesitas atau tidak, dapat dilihat melalui Indeks Masa Tubuh (IMT) dengan rumus sebagai berikut.

Keterangan:

BB (Berat Badan)
TB (Tinggi Badan) dihitung kuadrat

Penjelasan mengenai Indeks Masa Tubuhnya IMT menurut WHO :

Cara lain untuk menghitung Obesitas Sentral adalah melalui lingkar perut. Seperti yang disampaikan oleh Dr. dr. Bona, jika laki-laki memiliki lingkar perut di atas 90 cm dan wanita memiliki lingkar perut di atas 80 cm dapat dikatakan telah mengalami obesitas.

Secara detail, Dr. dr. Bona menjelaskan beberapa penyebab obesitas. Kurangnya aktivitas fisik sedikit/rendah dan konsumsi kalori masuk dan keluar tidak seimbang akan menyebabkan penyakit jantung, diabetes, gangguan sendi, dan kanker. Menurut beliau, cara mencegah/menurunkan obesitas yakni dengan komitmen, dukungan lingkungan, makanan sehat (mengurangi gula), memperbanyak aktivitas fisik secara rutin dan konsisten, pembatasan konsumsi kalori, dan memperbanyak konsumsi buah serta sayuran. Pada masa pandemik covid 19 saat ini, ketika aktivitas fisik terbatas, risiko obesitas kiranya perlu diwaspadai.

Materi selanjutnya, “Perlukah Obat Obesitas?”, dipaparkan oleh Dr. apt. Yati Sumiyati, M.Farm. Beliau mengingatkan untuk mewaspadai penggunaan obat diet bagi kesehatan, terutama obat-obat yang dikonsumsi secara terus-menerus tanpa pengawasan dan resep dokter.

“Perlukah obat antiobesitas?” Beliau menjelaskan bahwa hal tersebut perlu dilakukan jika IMT ≥ 30 dan sudah mengupayakan olahraga, modifikasi perilaku, dan pola makan selama minimal 3 bulan tetapi gagal menurunkan berat badan hingga batas wajar. Dalam kondisi khusus ini, obat antiobesitas sangat diperlukan (tentunya dengan pemantauan dokter).

Dr. apt. Yati Sumiyati, M.Farm menjelaskan bahwa banyaknya obat diet yang beredar bebas di pasaran hanya mengurangi cairan tubuh dan juga berfungsi sebagai pencahar. Cara kerja obat-obatan tersebut adalah mengurangi berat badan dengan diuretik (pelancar air seni), yakni mengurangi cairan tubuh dan bukan mengurangi lemak. Tentunya, hal ini akan mengakibatkan tubuh mengalami dehidrasi. Begitu pula obat diet pencahar yang akan mengakibatkan absorbsi sehingga tubuh akan kekurangan gizi. Menurut beliau, obat obesitas (antiobesitas) yang benar seharusnya mengurangi ukuran sel lemak menjadi lebih kecil dan berat badan menjadi berkurang.

Menurut Dr. Yati, contoh obat antiobesitas yang legal dari BPOM adalah Orlistat, yakni obat yang mekanisme kerjanya menghambat lipase dan Metilselulosa, yakni obat pembentuk massa. Kedua obat tersebut bekerja pada saluran cerna. Selanjutnya, contoh obat antiobesitas yang bekerja pada sentral (otak) di antaranya: Deksfenfluramin, Fenfluramin, dan Dietilpropion (amfepramon). Obat-obatan di atas berfungsi menekan nafsu makan.

Sejalan dengan Dr. Bona, Dr. Yati menjelaskan bahwa penggunaan obat perlu diimbagi dengan olahraga, diet, dan konsultasi dengan dokter.

Video seminar dapat dilihat pada laman berikut:

Berita terkait seminar ini telah terbit juga di koran harian Radar Depok Edisi Rabu, 22 Juli 2020:

  

Share :

PreviousInformasi Kesempatan Menjadi Dekan Fakultas Farmasi Universitas Pancasila NextPelantikan Dan Pengambilan Sumpah Apoteker Angkatan 63