Istilah Antibiotic Growth Promoter (AGP) digunakan untuk berbagai bahan obat yang dapat membunuh atau menghambat bakteria, dan diberikan dengan dosis rendah di bawah dosis terapi (dosis subterapetik). Penggunaan antibiotik sebagai growth promoter (pemacu pertumbuhan) berkembang sejalan dengan perkembangan industri hewan ternak untuk pangan. Bakteri penyebab infeksi pada hewan ternak dapat mengurangi hasil produksi, dan penggunaan antibiotika dosis subterapetik tampak efektif untuk memperbaiki hasil produksi.

Kesehatan manusia dapat terkena dampak langsung maupun tidak langsung dari penggunaan tidak tepat antibiotika sebagai AGP pada hewan ternak. Salah satu riset menyebutkan bahwa efek samping antibiotika yang digunakan pada hewan dapat menyebar ke manusia. Sebagai contoh adalah penggunaan kloramfenikol pada hewan dapat membawa efek samping anemia aplastik pada manusia yang memakan daging hewan tersebut. Namun demikian, hipotesis efek samping residu antibiotika pada daging hewan seperti ini dianggap tidak bermakna.

Efek berbahaya penggunaan AGP pada hewan ternak terhadap kesehatan manusia saat ini terutama akibat timbulnya koloni bakteria resisten antibiotika. Penggunaan AGP apada hewan ternak akan berdampak seleksi terhadap bakteria yang berakibat timbulnya kelompok bakteria resisten antibiotika yang bisa menyebar ke manusia, dan selanjutnya menimbulkan masalah resistensi di manusia. Dengan timbulnya resistensi pada banyak antibiotika, maka akan semakin sedikit pilihan antibiotika yang dapat dipakai untuk mengatasi infeksi yang berat dan mengancam nyawa. Saat ini sudah banyak muncul bakteria yang kebal terhadap sebagian besar atau bahkan semua jenis antibiotika yang ada di pasaran. Hal ini selanjutnya akan membawa dampak besar bagi manusia yang membutuhkan antibiotika untuk mengatasi penyakit infeksi.

Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pertanian melarang penggunaan antibiotika sebagai pemacu pertumbuhan hewan ternak. Aturan ini efektif berlaku melalui 1 Januari 2018 berdasar Permentan No 14/2017 yang mengacu pada UU No 41/2014 Jo. UU No 18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan, dan berlaku sanksi bagi yang melanggar.

 

http://www.fao.org/docrep/ARTICLE/AGRIPPA/555_EN.HTM

Silbergeld, E.K., Graham, J. and Price, L.B., 2008. Industrial food animal production, antimicrobial resistance, and human health. Annu. Rev. Public Health, 29, pp.151-169.

Share :

PreviousCall For Paper Scopus NextRumus untuk Menghitung Detak Jantung Maksimal